Me Rambles

Sunday 4 March 2012

Elegi Satu Sua -part 3-

        Dari sosok perawakannya yang kurus dan ceking, selerangnya yang keling dan dekil, serta pakaiannya yang lusuh dan kusam, sahih mengujarkan padaku bahwa anak dara yang tengah berada dihadapanku itu adalah seorang papa.

       Aku pun terpaku tak menjawab pertanyaannya, ternganga, menatapnya heran. Itulah pertama kalinya seseorang menyapaku di tempat ini. Terlebih lagi ia adalah seorang papa, sehingga aku tak tahu harus bereaksi seperti apa, selain mematung bingung.

Sesaat kemudian nyaris saja jeritanku meledak, anak dara itu mendadak merungguh tepat dihadapanku.


Elegi Satu Sua -part 2-

Petang itu pun sama kiranya dengan hari ini. Disaat suasana lapangan ini terdengar begitu riuh. Disaat tataran tanah merahnya yang belecak, marka derasnya hujan yang baru saja usai, tak lantas membuat para buyung urung bermain.. Disaat riak keciprak air diantara derap kaki terdengar begitu menggiurkan. Disaat berlari, bersinggungan, lalu terjatuh bergulingan di atas lumpur demi satu buah bola tampak begitu menyenangkan. Disaat itulah semuanya bermula.

Seperti biasa, kali itupun aku termangu sendirian di pinggiran lapang ini. Masih dengan lirih yang menghimpit, menatap teman-temanku yang tengah masyuk bermain. Seperti hari-hari sebelumnya, hari itupun aku masih merasa bahwa diriku adalah seorang makhluk yang tak kasat mata.

Entah telah berapa masa kiranya di setiap petang, aku mencakung seorang diri disini. Selalu saja penantian hal-hal yang sama. Datangnya satu buah ajakan untuk pertama kalinya. Atau sebuah pengakuan perihal keberadaanku yang telah lama terhempaskan oleh keacuhan mereka.

         Betapa kelamnya hatiku terhadap pengisolasian mereka saat itu. Betapa aku begitu menginginkan satu buah saja rengkuhan dari uluran tangan yang tulus untukku.. tak peduli tangan siapapun.

Namun seiring rotasi waktu yang nyatanya semakin menghembuskan nafas kesendirianku. Setitik demi setitik meneteslah satu buah kerisauan yang riaknya semakin membuatku terpuruk.


         Mungkinkah kiranya penantianku ini sia-sia ...

         Sesaat ketika aku berangsur-angsur tenggelam ke dalam keputus-asaan penantian, tiba-tiba munculah satu buah pertanyaan yang seolah-olah menarikku kembali pada arti pengharapan.

“Kau tidak apa-apa?”

         Dan, itulah pertama kalinya aku mendengar suaranya yang cempreng itu...

Elegi Satu Sua -part 1-

       “Sebentar lagi waktunya, Ji” seru seorang laki-laki yang tiba-tiba saja telah berdiri dibelakangnya itu.

Taji pun mengangguk, lalu menghela nafasnya. Telah lumayan lama kini ia tercenung memindai lapang belecak dihadapannya itu. Kadarnya kini seolah menciut termakan jeda rentang ingatan.

        Disini, sebuah pertalian takdir yang sedianya tuturkan tarikh filantropi masih nyata merasuki benaknya.

“Ada yang lagi lo pikirin?” tanya laki-laki itu penasaran.

Taji pun terdiam sesaat. Pikirkan? Ya .. Apakah yang kiranya tengah aku pikirkan?

Tak berapa lama kemudian ia menoleh ke arah laki-laki yang mulai duduk disampingnya itu. “Lo tau gak Ga, apa yang pertama kali diperluin seseorang untuk bisa berubah?”

Laki-laki itupun menatapnya heran, “Keinginan sama usaha?” jawabnya sedikit bingung.

Taji pun ragu sesaat, “Ada yang lebih essential sebelum itu semua.. ” ucapnya


Thursday 1 March 2012

Crazy Little Thing Called Lust

"Kita pernah bertemu sebelumnya?"

Laki-laki itu terdiam. Matanya mulai menatap kosong kearah langit-langit ruangan. Seakan masih melihatnya segala lapisan langit, jauh melewati bentangan tataran putih diatas kepalanya.

Angannya kini melayang pada satu tempat dimana ia bertemu dengan si penanya untuk pertama kali.

Sesaat kemudian ditatapnya lagi si penanya yang tengah duduk dihadapannya itu. Ia masih ragu. Berbagai rasa masih berteriak-teriak di dalam kepalanya.

Riuhnya kebimbangan diantara terlampau absurdnya kejujuran dan mudah dicernanya kebohongan seakan memekakkan telinga laki-laki itu. Bising!

Dialihkan pandangannya dari wanita itu. "Beberapa kali." Jawabnya, memilih kebohongan.

Untuk beberapa saat suasana kembali hening .. Tampak wanita itu tengah berpikir keras, mencoba mencerna arti dari jawaban laki-laki itu.

"M-Maaf, tapi aku benar-benar tidak ingat.." ucapnya, seraya menundukan kepalanya.

"Tidak apa-apa, aku mengerti .. " Laki-laki itu kembali menatap langit-langit ruangan, tersenyum lirih.. Tentu saja aku mengerti..


Tak berapa lama kemudian wanita itu memalingkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Seolah-olah ia tengah melihat sekeliling, mencari sesuatu.

Lelaki itu pun menatapnya dengan pandangan heran. "Ada apa?"

Wanita itu tersentak, ia tak sadar kalau laki-laki di hadapannya itu tengah memperhatikannya. "K-Kau tahu, sebentar lagi pacarku pulang. Ia bisa datang kapan saja dari balik pintu itu.." tuturnya terbata.

Kali ini bergantian laki-laki itu yang menundukkan kepalanya. Ia masih mencoba mencerna perasaan-perasaan apa saja yang saat ini tengah ia rasakan. Sebuah cekam kegamangan kah, lirih kepedihan kah, atau sesak kemarahan? Ataukah kesemuanya? Dengan keras ia mencoba menahan getaran di sekujur tubuhnya.

Ceritakan padanya!

Ia menatap wanita itu lagi. "A-Aku berbohong. Maaf, entah kenapa aku berbohong padamu barusan."

Wanita itu mengerutkan keningnya. "Maksudmu?"

"Kita bertemu bukan hanya beberapa kali saja, tetapi sering!?"

"Aku semakin tidak mengerti.."

"Sulit untuk dijelaskan.."

Wanita itu menghela nafas sekali.  "Seperti yang kau lihat, saat ini posisiku sangatlah pantas untuk mendengar penjelasanmu. Jadi kumohon, jelaskan.. " pintanya lembut.

Laki-laki itu tak langsung menjawab. Dengan kedua tangannya ia pun mulai mencengkram kepalanya yang kini semakin pening ia rasakan. Ingin rasanya ia menarik keluar otaknya saat ini juga.


Kenapa kau harus menanggung ini semua?! Katakan saja yang sejujurnya! Biar semuanya cepat selesai!


Tidak! Laki-laki itupun kemudian menggelengkan kepalanya, mengusir suara-suara bising yang semakin jelas menghantuinya. "Terlalu aneh .. Kau tak akan mengerti .. "

"Tak jadi masalah! Sebelum pacarku yang seorang polisi itu datang, sebaiknya kau jelaskan padaku apa arti dari semua ini Tuan Penculik!!"

Jelas sekali laki-laki itu tersentak oleh hardikan wanita itu. Batinnya seperti ditusuk-tusuk oleh tatapan wanita yang saat ini seolah tengah menatapnya tajam itu.

Laki-laki itupun menghela nafas .. Baiklah .. Kau yang memintanya ..