Me Rambles

Sunday 4 March 2012

Elegi Satu Sua -part 2-

Petang itu pun sama kiranya dengan hari ini. Disaat suasana lapangan ini terdengar begitu riuh. Disaat tataran tanah merahnya yang belecak, marka derasnya hujan yang baru saja usai, tak lantas membuat para buyung urung bermain.. Disaat riak keciprak air diantara derap kaki terdengar begitu menggiurkan. Disaat berlari, bersinggungan, lalu terjatuh bergulingan di atas lumpur demi satu buah bola tampak begitu menyenangkan. Disaat itulah semuanya bermula.

Seperti biasa, kali itupun aku termangu sendirian di pinggiran lapang ini. Masih dengan lirih yang menghimpit, menatap teman-temanku yang tengah masyuk bermain. Seperti hari-hari sebelumnya, hari itupun aku masih merasa bahwa diriku adalah seorang makhluk yang tak kasat mata.

Entah telah berapa masa kiranya di setiap petang, aku mencakung seorang diri disini. Selalu saja penantian hal-hal yang sama. Datangnya satu buah ajakan untuk pertama kalinya. Atau sebuah pengakuan perihal keberadaanku yang telah lama terhempaskan oleh keacuhan mereka.

         Betapa kelamnya hatiku terhadap pengisolasian mereka saat itu. Betapa aku begitu menginginkan satu buah saja rengkuhan dari uluran tangan yang tulus untukku.. tak peduli tangan siapapun.

Namun seiring rotasi waktu yang nyatanya semakin menghembuskan nafas kesendirianku. Setitik demi setitik meneteslah satu buah kerisauan yang riaknya semakin membuatku terpuruk.


         Mungkinkah kiranya penantianku ini sia-sia ...

         Sesaat ketika aku berangsur-angsur tenggelam ke dalam keputus-asaan penantian, tiba-tiba munculah satu buah pertanyaan yang seolah-olah menarikku kembali pada arti pengharapan.

“Kau tidak apa-apa?”

         Dan, itulah pertama kalinya aku mendengar suaranya yang cempreng itu...

No comments:

Post a Comment